Musim panas kali ini kembali melanda kota Jakarta. Hari ini rasanya Aira begitu malas jika harus melakukan sesuatu. Rasanya ingin tidur saja di kamarnya sambil memasang ac yang paling rendah suhunya, namun sayang ia tak dapat membatalkan kedatangan Satya. Pasalnya, hari ini ia sudah berjanji untuk mencoba resep modifikasi cupcakenya kepada Satya. Maklum Satya adalah pemilik toko kue the cupcakes yang kini berubah menjadi coffee shop. Aira membuka laptop hitam miliknya dan mencari-cari dokumen resep cupcake nya. Kemudian ia mencetaknya dan kembali bermalas-malasan.
Tak lama kemudian terdengar bel di pintu bawah, tamu yang ditunggunya sedari tadi akhirnya datang juga. Ia menuruni tangga sambil berlari kemudian membukakan pintu untuk Satya.
“langsung aja yuk, Sat”, Aira kemudian mengajak Satya ke dapur. Satya bersandar di dinding memperhatikan Aira menimbang tepung dan menyiapkan bahan-bahan. Sejenak kemudian bahan-bahan untuk cupcake sudah siap, Aira membaca petunjuk resepnya dan mulai mencampurkan bahan.
“aku bantuin ya, Ra”, kata Satya kemudian.
“ngga usah, Sat. Kamu bantuin makan aja nanti”, jawab Aira sambil tertawa senang. Sebetulnya ia cukup nervous untuk membuat cupcake kali ini. Bukan karena ini penentuan apakan resepnya akan dimasukkan dalam daftar menu the cupcakes, tapi karena ia sedang tidak mood memasak, dan karena Satya. Sudah cukup lama ia tidak membuat cupcake. Mungkin itu terlalu mengingatkannya pada Satya. Mungkin. Satya tetap bersikeras memaksa Aira untuk membantunya. Aira menyerah, akhirnya ia menugaskan Satya untuk mengaduk adonan yang hampir jadi. Obrolan singkat di dapur itu seperti menyula kembali waktu yang telah mereka tinggalkan. Setelah Aira kembali dari London, ini kali pertama Satya ke rumah Aira lagi. Setelah Satu tahun yang lalu.
Aira memasukkan loyang cup terkahir ke dalam oven dan memutar timernya. Dari belakang, Satya mengelus rambut Aira yang tergerai panjang. Aira masih sama seperti yang dulu pikirnya. Dulu Aira memang pernah mengisi hari-hari Satya, namun keputusannya pergi ke London mengubah segalanya. kini mereka berdua bersandar di sofa cokelat yang nyaman. Aira menyalakan dvd seri yang sedang ditontonnya. Sesekali ia tertawa dan mengobrol dengan Satya. Sesekali pula Satya memeluk Aira lembut. Pelukan yang sama seperti dulu.
“Aira, gimana kalau kita balik kaya dulu aja?”, kata Satya lirih.
Kata-kata Satya membuatnya speechless.
“Aira, are you okay?”, kata Satya lagi. Ia khawatir Aira akan tersinggung dengan pertanyaannya.
“kenapa, Sat?”, tanya Aira. Kenangan akan masa lalunya dengan Satya kembali berkecamuk dalam imajinya.
“i think its still you, ra”, Satya menatap dalam-dalam mata cokelata Aira yang sedang terdiam.
“gatau, Sat. Aku gatau harus gimana..”
“answer my question, Aira”
“let me think about it, okay? Just give me a lil time.”
“Okay.”
Kemudian sebuah kecupan mendarat di pipi lembut Aira. ia hanya bisa terdiam menanggapi hatinya yang kini tak menentu. Bagaimana ia bisa menerima semuanya dalam waktu secepat ini? Bahkan ia sedikitpun tak pernah memikirkannya lagi, kembali bersama Satya. Apa Satya benar-benar serius untuk memintanya kembali atau ia hanya ingin menyakiti hatinya lagi. Rasanya suda cukup Satya menyakiti hati Aira. Dan seperti ini, rasanya benar-benar sakit.
“Aira, are you okay?”
“sorry, yes i am”
“no you arent”
“im okay, Satya”
“i dont think so.. hayo ngaku kamu kenapa?”
“im okay, Satya. Nonton aja yuk”, sejenak kemudian Aira sudah tertawa lagi. Namun hatinya masih berkecamuk.
Malam itu di sushi tei..
“Ra, pokonya gue gasuka aja lo deket sama si Satya lagi. He’s a jerk, Aira”, kata Satsuki.
“i know”, jawab Aira sambil melahap sushinya.
“awas aja ya kalo lo sampe balikan lagi sama dia.” Kata Satsuki lagi.
“promise..”, Aira melingkarkan kelingkingnya di kelingking Satsuki dengan senyuman lebar.
Memang tak pernah terfikir olehnya kalau Satya akan memintanya kembali lagi. Rasanya ia bermimpi. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Janjinya kepada Satsuki malam itu, perasaannya, sakit hatinya, kerinduannya, semuanya membuatnya tak bisa berfikir.
Denting oven menandakan bahwa cupcakenya sudah matang. Buru-buru ia menghampiri ovencupcake cokelat. Satu per satu ia mengeluarkan cupcake yang sudah matang dari oven, Satya juga ada di belakangnya. yang menyebarkan bau semerbak. Wangi
Aira kembali ke ruang tengah dengan sepiring cupcake yang masih panas, diikuti Satya di belakangnya. Langsung saja Satya mengambil sebuah cupcake yang masih panas dan dimakannya.
“masih panas, Sat. Pelan-pelan makannya”, kata Aira
“hahahaha, aku laper, Ra”, kata Satya sambil memakan kuenya yang kedua.
“mau coba, Ra?”, kata Satya sambil menyuapi Aira potongan kecil cupcake. Aira mengambil potongan itu dari Satya dan memakannya.
“hahahahahaha rasa tepung, Sat”, kata Aira sambil tertawa.
“enak ko. Hahaha.. next time kamu bikin lagi yg enak ya.. yang kaya gini belom masuk standar the cupcakes”, kata Satya mencoba sedikit menghibur Aira. kemudian kecupan itu mendarat di bibir Aira. kecupan yang sama seperti setahun yang lalu. Hatinya kini kian berkecamuk, fikirannya tak tentu, kecupan itu sekali lagi membuat ia merasakan seperti ada kupu-kupu di dalam perutnya, naik turun layaknya jet coaster di dufan. ia hanya refleks menghindar. Terlambat, Satya telah menciumnya. Satu ciuman Satya yang ia rindukan. Bagaimana bisa ia begitu naif? Ia terlalu kacau sekarang.
Aira masih termenung, menenangkan hatinya yang tak kalah ramai dengan orang-orang yang lalu lalang di depan kafe pinggiran. Ia butuh udara segar atas semua ini. Satya kemudain duduk di depannya, ia menyodorkan segelas ice cappucino pesanan Aira.
“kamu kenapa, Ra?”
“gapapa, Sat”, jawap Aira sambil menyeruput kopinya yang masih sangat pahit. Pelan-pelan ia menambahkan gula cair pada kopinya. Kopi memang selalu menjadi pelariannya jika ia sendang kacau. Ia hanya butuh udara segar, segelas cappucino dan keramaian di tempat asing. Baginya itu sumber pencerahan.
“Satya..”, kata Aira sambil menatap Satya.
“ya?”
“why dont we get along with this? Aku lebih comfort kalo kita kaya gini.”
“its okay, princess..”, Satya tersenyum.
Ya tuhaan.. bagaimana bisa aku seperti ini. Pikir Aira.
“well, actually, i want to.. but, i really cant. Sorry.. aku takut aku failed kaya dulu, Sat. Cukup Satu kali aja aku failed kaya gitu sama kamu. Is that okay?”
“so, we’re cool?”, kata Satya sambil tersenyum
“yeah, is it okay?”
“sure..”, keheningan melanda sejenak. Dari dalam kafe terdengar suara lagu. Aira tahu lagu ini. Rihanna, p.s im still not over you.
“Satya, listen to the song! Aku banget, Sat. Hahaha”, kata Aira sambil tertawa.
Dan di sisa sore itu terlalu banyak confessions yang terucap. Ketakutan akan jatuh cinta ataupun perasaan yang timbul tenggelam. Terlalu banyak memang. Dan biarkan saja atmosfer senja yang merekam semua confession mereka. Sampai mereka terlupa atau sampai suatu saat itu akan terungkap. ;)
3 comments:
dasar..
malah dibuat cerpen.... ^^
aga terlalu mellow... :(
CERITANYA GANTUNG ZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZZ KOK GA HEPI ENDING GANTIIIIII ATAU GA BIKIN SEQUEL PLIS zz
Post a Comment